Kambing dan Hujan. Dari judulnya, mungkin pembaca akan menyangka jika buku ini merupakan buku humor, lantaran mirip dengan dengan salah satu buku karya Raditya Dhika Kambing Jantan. Namun, setelah membuka lembar demi lembar, pembaca akan sadar, pembahasan tidak sebercanda itu.
Buku ini merupakan karya sastra Pemenang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta pada 2014. Mahfud Ikhwan, penulis buku ini, secara apik menarasikan peliknya pertentangan dua organisasi keagamaan terbesar di Indonesia yaitu Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah dalam sebuah cerita roman.
Buku ini bercerita mengenai kisah cinta Mif dan Fauzia. Mif tumbuh dalam tradisi islam modern sedangkan Fauzia tumbuh dalam dalam tradisi islam tradisional, mereka berdua sama-sama anak tokoh pendiri NU dan Muhammadiyah di desa bernama Tegal Centong.
Fauzia dan Mif bertemu pertama kali di dalam bus menuju Surabaya. Meski masih satu desa, mereka tidak saling mengenal. Fauzia kuliah di Surabaya, dan Mif baru saja menyelesaikan kuliahnya di Yogyakarta. Singkat cerita, mereka saling mencintai dan memutuskan untuk menikah. Dari sinilah, perjalanan cinta yang panjang karena melibatkan banyak pihak serta bersinggungan dengan aspek kultural maupun keagamaan di masyarakat.
Alur cerita yang dipakai dalam buku ini campuran, sehingga latar waktu digambarkan pada tahun 60-an, saat sedang hebohnya pemberontakan Partai Komunis Indonesia, hingga 90-an.
Yang menarik dalam kisah ini adalah cerita panjang persahabatan masa kecil, Iskandar (ayah Mif) dan Fauzan (ayah Fauzia), perbedaan guru dan cara mereka berkembang membuat keduanya terpisah. Lewat surat-surat kuno milik ayahnya, Fauzia dan Mif menemukan sekelumit rahasia yang pernah terjadi diantara kedua orang tuanya.
Perseteruan antara Mif dan Fuad (Kakak laki-laki Fauzia) membuat kisah cinta mereka berdua makin sulit. Karenanya, rencana gila seperti kawin lari sempat melintas di benak mereka.
Tidak hanya soal cinta, buku ini bercerita sejarah berdirinya dua masjid di Desa Centong, yaitu masjid utara yang pembaharu dan masjid selatan yang tradisionalis. Perdebatan mengenai persoalan ubudiyah sudah pasti terjadi.
Narasi panjang tersebut disajikan dengan sangat renyah. Penulis berhasil menyajikan jalan kisah cinta yang rumit.
Kisah perjuangan antara dua insan yang tidak hanya terbentur karena perbedaan pemahaman keagamaan tetapi juga tentang sejarah panjang dan luka hati yang tersimpan puluhan tahun antara kedua orang tuanya. Rumitnya lika-liku perbedaan tradisi yang ada di masyarakat saat ini, terutama mengenai perbedaan paham keagamaan yang belakangan menjadi permasalahan.
Penulis mengajak pembaca untuk menyikapi suatu hal, bahwa perbedaan itu tidak membuat yang satu benar,kemudian yang lain menjadi salah. Kambing dan Hujan, merupkan dua hal yang mustahil untuk dipertemukan.Kisah yang mengajakkita menyerapi lagi arti Bhineka Tunggal Ika yang belakangan ini mulai pudar. Karena perbedaan harus disikapi secara dewasa.
Judul Buku: Kambing dan Hujan, Sebuah Roman
Penulis: Mahfud Ikhwan
Penerbit: PT Bentang Pustaka
Terbit: 2015
Tebal: vi + 374
Resentator: Rima Dian Pramesti