Amanat.id—Hasil Monitoring dan Evaluasi (Monev) Layanan Kemahasiswaan yang dilakukan oleh Lembaga Penjamin Mutu (LPM) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, menemukan beberapa kekurangan kelengkapan dokumen. Kegiatan ekspos digelar di ruang sidang senat gedung Rektorat lantai 4 kampus 3 UIN Walisongo, Semarang, Kamis (3/11/2022).
Wakil Rektor (WR) III Arief Budiman, menyinggung pentingnya monev layanan kemahasiswaan yang ada dalam lingkup UIN Walisongo harus menjadi perencanaan jangka panjang perguruan tinggi sebagai stakeholder utama.
“Persoalan layanan kemahasiswaan bukan masalah sepele. Pihak perguruan tinggi harus memberikan service excellent kepada mahasiswa untuk keberlangsungan pengelolaan perguruan tinggi,” tegasnya.
Dari pemaparan hasil monev, terlihat masih banyak kekurangan dokumen yang menjadi bukti atau data untuk meningkatkan layanan mutu universitas, mulai dari fakultas hingga lembaga lain yang ada di bawah naungan UIN Walisongo.
Hal Ini dibenarkan oleh salah satu tim evaluasi pemberkasan dan kinerja Fakultas Ushuluddin dan Humaniora (Fuhum), Sari Dewi Novianti. Ia mengungkapkan bahwa lembar penilaian dari bimbingan akademik yang memiliki tujuh subitem, hanya terpenuhi sebanyak empat subitem dengan persentase sebesar 57%.
“Tiga subitem penilaian yang tidak terpenuhi yakni dokumen pedoman bimbingan akademik, pedoman perwalian, serta pedoman dan kebijakan yang masih berbentuk blue print,” ungkapnya.
Hal serupa juga terjadi di Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) melalui penuturan tim Monev fakultas, Marsinah.
“Fakultas Syariah dan Hukum memiliki kelengkapan berkas hampir sepenuhnya, hanya kurang dalam pemberkasan pedoman bimbingan akademik fakultas. FSH masih mengikuti pedoman bimbingan akademik milik universitas,” terangnya.
Minimnya Pendampingan Kerja Sama di UKM
Hampir semua perwakilan tim monev dari setiap lembaga melaporkan hal yang sama terkait minimnya pemberkasan kerja sama antara lembaga universitas dan pihak luar dengan menunjukan MoU atau perjanjian kerja sama.
Presentator hasil monev Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Nazih Sadatul Kahfi, menjelaskan bahwa masih banyak UKM yang tidak memiliki dokumen MoU dengan pihak lain. Hal ini terjadi karena kurangnya pengarahan mengenai pentingnya dokumentasi MoU dalam menjalin kerja sama antar lembaga.
“Sampai saat ini, semua UKM sudah melengkapi berkas-berkas untuk memenuhi subitem penilaian dari monev kali ini. Akan tetapi, tidak memiliki berkas MoU karena belum memahami hal tersebut,” terangnya.
Ketua Walisongo Sport Club (WSC) Ulil Albab, menyayangkan bahwa dalam proses monev masih banyak kekurangan. Dirinya menyoroti tim yang terjun langsung ke lapangan dinilai tidak cukup efektif.
“Proses monev ini sangat jelas terlihat masih banyak sekali kekurangan, terutama ketika tim penyurvei yang terjun ke lapangan sendirian karena banyak yang tidak bertanggung jawab,” ucap Ulil.
Berbeda dengan Ulil, Ketua Walisongo English Club (WEC) Yanwar Peratama mengapresiasi adanya monev baik untuk merevitalisasi dan pembaharuan antar stakeholder dalam lingkup UIN Walisongo.
“Dengan adanya monev, saya berharap mampu menumbuhkan semangat dan harapan baru bagi kampus dalam beberapa tahun ke depan,” ujarnya.
Respon LPM
Dari hasil monev, Kepala Pusat Pendampingan dan Pengembangan Mutu Mahasiswa, Johan Arifin merespon bahwa permasalahan mengenai dokumen pemberkasan yang kurang harus segera dibenahi serta menindaklanjuti masalah pedoman bimbingan akademik.
Pihaknya juga akan mulai membangun lembaga konseling dalam melakukan prosedur untuk menjalin kerja sama dalam bentuk apapun.
“Berdasarkan laporan hasil monitoring dan evaluasi tersebut, kami menyimpulkan bahwa perlu diadakan tindak lanjut mengenai permasalahan yang terjadi di lembaga maupun fakultas yang berada di bawah naungan UIN Walisongo, seperti kerumpangan dokumen dalam pemberkasan,” pungkasnya.
Reporter: Fahita Safira
Editor: Khasan Sumarhadi