
Amanat.id– Berbagai bahu jalan area kampus 3 Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang yang tidak sejajar, seringkali membuat Fitriyani Sukmawati merasa kesulitan. Raut wajah bingung dan sedikit takut, beberapa kali ia tampakkan saat hendak menyeberang di area kampus, Jumat (25/11/2022).
Penyandang disabilitas tuna netra tersebut mengaku sering mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan belajar di UIN Walisongo.
“Mungkin jika ada satpam cukup terbantu. Apalagi saat saya sedang sendiri, sangat sulit untuk menyeberang dan kalau minta tolong orang lain saya sedikit kesusahan,” ucap Prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam tersebut.
Perjalanannya dari Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) menuju gerbang UIN Walisongo, dinilainya cukup sulit dituju bagi penyandang disabilitas.
“UIN Walisongo akan menjadi lingkungan yang lebih ramah untuk penyandang disabilitas jika menyediakan fasilitas pusat pelayanan disabilitas,” tuturnya.
Tidak hanya itu, Fitri juga merasa keberatan ketika mengerjakan soal Ujian Tengah dan Akhir Semester yang terdapat gambar di dalamnya.
“Terkadang sulit untuk mengerjakan soal yang bergambar atau berbahasa arab. Saya berharap terdapat relawan yang dapat membantu penyandang disabilitas agar lebih mudah dalam mengerjakan soal. Jadi tidak harus bertanya dan merepotkan teman lainnya,” katanya.
Penyempurnaan Fasilitas Disabilitas
Belum meratanya fasilitas disabilitas di beberapa gedung perkuliahan, menjadi hambatan bagi penyandang disabilitas di UIN Walisongo.
Menanggapi hal tersebut, Biro Administrasi Umum, Perencanaan, dan Keuangan (AUPK), Muhammad Munif turut berkomentar.
“Memang benar, jika fasilitas di kampus untuk difabel belum merata, tetapi secara garis besar gedung ISdB sudah memfasilitasi seperti adanya jalur masuk kursi roda, trotoar khusus difabel, dan juga toilet khusus difabel. Memang belum ada fasilitas yang lengkap di gedung lama, seperti toilet difabel, tidak semua fakultas menyediakan kursi roda, tongkat, dan Quran braille. Namun, di gedung lama sudah terdapat jalan yang dirancang untuk mahasiswa yang menggunakan kursi roda,” jelasnya, Selasa (22/11/2002).
Munif menambahkan untuk penyempurnaan fasilitas disabilitas membutuhkan tahapan dan perencanaan secara bertahap, terlebih dirasa sedikitnya penyandang disabilitas di UIN Walisongo.
“Kita lihat sesuai kebutuhan, dari sekian banyak mahasiswa UIN, penyandang disabilitas kecil sekali. Karena itu, fasilitas tidak dirancang sejak awal. kedepannya mungkin bisa dijadwalkan untuk penyandang disabilitas agar ditempatkan di lantai bawah dan pihak terkait juga dapat melapor pada bagian akademik agar meminta untuk ditempatkan di kelas bawah,” ucapnya.
Penyandang disabilitas tuna daksa, Dina Aini Qolbi mengatakan pada awalnya memang merasa kesulitan, namun seiringnya waktu dapat beradaptasi.
“Kelas di lantai atas menjadi kendala saya saat di awal, namun setelah saya berbicara dengan komting, dan ditindak lanjuti saya mendapatkan kelas di bawah. Dosen pun mengerti dan berupaya agar saya dapat mengikuti pelajaran dengan baik,” ungkap prodi Pendidikan Bahasa Inggris tersebut.
Dina pun tidak terlalu menuntut selama masih terkoodinir dengan baik. Ia juga mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh dekan yang memotong tiang parkir motor agar ia bisa lewat dengan mudah.
Reporter: Chelsia Anggun Afitri
Editor: Khasan Sumarhadi