
Amanat.id- Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo mengalami doxing setelah mem-posting kajian tentang penuntasan pelanggaran HAM di Indonesia selama 10 tahun pemerintahan Jokowi, Sabtu (13/4/2024).
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jurusan Ilmu Hukum UIN Walisongo, Novita Dewi Masyithoh menjelaskan bahwa kajian yang dilakukan DEMA UIN Walisongo merupakan kajian ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Kajian yang mereka lakukan merupakan kajian ilmiah, berbasis data, riset, dan analisis yang bisa dipertanggungjawabkan secara keilmuan,” jelasnya saat ditemui di Halaman Kantor FSH, Sabtu (20/4/2024).
Menurutnya, doxing yang dilakukan oleh akun @voltcyber_v2 merupakan perbuatan ilegal dan meresahkan.
“Saya melihat bahwa akun ini sudah sangat meresahkan karena mengambil data pribadi secara illegal access. Entah mereka mendapatkan dari mana, tapi yang pasti data dan informasi tersebut tidak didapatkan dengan cara yang legal,” tegasnya.
Novita memastikan pengambilan data pribadi secara ilegal merupakan sebuah tindakan pidana dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Ini diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi,” ucapnya.
Sambungnya, tindakan tersebut juga merupakan sebuah bentuk kekerasan secara online dan sudah diatur dalam UU ITE Nomor 19 Tahun 2016.
“Secara psikis ini adalah bentuk vigilante atau kekerasan secara online. Ini sudah diatur dalam UU ITE Nomor 19 Tahun 2016, tentang Pengambilan Data Pribadi dengan cara illegal access,” katanya.
Tindakan ini menurut Novia secara tidak langsung membungkam budaya akademik dan kritis mahasiswa.
“Hal yang dilakukan oleh DEMA sebenarnya baik, berani melakukan kritik, dan analisis yang komprehensif terkait pelanggaran HAM. Jangan kemudian hal ini dibawa ke ranah pribadi dan secara tidak langsung menjadi bentuk pembungkaman terhadap budaya akademik serta daya kritis mahasiswa,” jelasnya.
Menurutnya, kritikan terhadap kajian DEMA UIN Walisongo haruslah bersifat substansial dan bukan menyerang hal-hal pribadi.
“Seharusnya kritiklah secara substansi. Berbeda argumentasi dalam kaca akademik adalah bentuk dialektika, tidak kemudian menyerang hal-hal yang bersifat pribadi,” tuturnya.
Novita mengatakan bahwa kekerasan pada Pemilihan Umum Mahasiswa (Pemilwa) DEMA UIN Walisongo sebenarnya sudah diselesaikan oleh Rektorat.
“Ancaman mengungkap kembali dugaan kekerasan yang dilakukan oleh calon DEMA pada saat Pemilwa sebenarnya persoalan itu sudah diselesaikan oleh Rektorat, khususnya di bawah birokrasi Wakil Rektor 3 yang berkaitan dengan perselisihan hasil pemungutan suara,” tuturnya.
Menurut Novita, legalitas DEMA-U secara definitif telah sah dan resmi baik secara formal maupun secara legitimasi kelembagaan.
“Pihak-pihak yang kalah dalam Pemilwa telah menggugat sampai ke Rektorat. Secara legitimate, legalitas dari DEMA yang definitif sudah disahkan. Bukan hanya secara normatif karena adanya Surat Keputusan, tapi juga secara kelembagaan,” tambahnya.
Novita pun menegaskan, oposisi tetap diperlukan dalam sebuah lembaga perwakilan mahasiswa agar tetap berjalan di ranah yang tepat.
“Oposisi itu memang diperlukan, agar DEMA-U bisa berjalan on the track dan tidak ada penyalahgunaan kewenangan sebagai lembaga perwakilan dari mahasiswa,” tutupnya.
Reporter: Ahmad Kholilurrokhman
Editor: Gojali