Minat pengguna terus meningkat, gedung serba guna berpotensi jadi ikon kampus.
Selepas ashar, beberapa orang berkendara sepeda motor lengkap dengan baju olahraga mulai berdatangan di Kampus 3 UIN Walisongo. Salah seorang dari mereka berhenti di tepi jalan, menghampiri mahasiswa yang kebetulan lewat.
Dengan tergopoh-gopoh ia bertanya, “Mas Gedung Serba Guna di sebelah mana ya?”. Dengan cekatan, sang mahasiswa memberi petunjuk jalan mana yang harus dilalui. Begitu mendapat jawaban, mereka lantas menuju tempat yang dituju.
Menjelang sore hari, Gedung Serba Guna (GSG) seringkali didatangi orang yang hendak berolahraga. Baik futsal, bola voli, dan bulu tangkis. Penggunanya bukan saja dari kalangan mahasiswa, melainkan juga dosen, karyawan hingga masyarakat umum.
Salah seorang pengguna Kumaruddin mengatakan, letak strategis ditambah keberadaan berbagai fasilitas penunjang yang cukup lengkap, menjadikan GSG mempunyai nilai lebih di hati pengguna. Hampir setiap hari dapat dipastikan ada jadwal latihan. Untuk bisa memeroleh jatah sewa, para pengguna kini perlu mengantre terlebih dulu.
Selain itu, harga sewa yang relatif murah dibanding pusat olahraga lain membuat para pengguna lebih memilih GSG sebagai tempat berolahraga. Ada selisih sekitar Rp10 ribu sampai Rp20 ribu per jam. “Namun dengan kualitas lebih bagus, ” ujar Kumaruddin.
Hal itu juga diamini Muhammad Abdul Aziz. Ia mencontohkan, lampu di arena lapangan lebih terang dibanding tempat lain. Meski bermain futsal pada malam hari tak kan menjadi persoalan. Lapangannya juga berkualitas bagus, sehingga membuat lari semakin enak. “Jarang-jarang ada yang seperti ini,” akunya.
Kepala Sub Bagian Rumah Tangga M Munif mengaku, penetapan tarif sewa GSG sengaja disesuaikan dengan tingkat kemampuan pengguna, terutama mahasiswa. Tujuannya, agar semua lapisan masyarakat bisa memanfaatkannya. Memang, untuk setiap jenis acara tarifnya berbeda. Namun ia meyakinkan, harganya di bawah standar rata-rata pusat olahraga lain.
Munif menyebutkan, untuk lapangan futsal tarif siang hari Rp70 ribu per jam, malam hari; Rp90 ribu per jam. Lapangan bulu tangkis siang hari Rp20 ribu per jam, malam hari Rp25 ribu per jam. Lapangan voli siang hari Rp40 ribu per jam, malam hari Rp50 ribu per jam. Sedangkan untuk kegiatan umum seperti pernikahan Rp2.500.000/8 jam.
Khusus bagi mahasiswa, jika ingin mengadakan acara semacam perlombaan, tidak akan dibebani biaya sewa. Asalkan, mengikuti prosedur yang telah ditentukan. “Mekanismenya tentu melalui Kabag Rumah Tangga,” jelasnya.
Ikon Kampus
Terus meningkatnya minat penggunaan GSG, membuat Munif merasa bangga. Ia selalu berusaha, meningkatkan kualitas pelayanan. Supaya para pelanggan merasa puas. Kerja keras itupun berbuah manis. Tercatat, beberapa acara dengan level nasional pernah berlangsung di GSG. Seperti, Pekan Olah Raga Bola Voli yang digelar Bea Cukai.
“Bahkan, beberapa waktu lalu GSG dilirik panitia Pekan Olah Raga Nasional (PON) Jawa Tengah sebagai tempat perhelatan cabang olahraga anggar,” ungkapnya.
Senada dengan munif, Amaruddin mengatakan, setiap hari ia harus melayani para pengguna hingga larut malam. Sebab mereka rela menunggu hingga giliran main tba. Di antara mereka bahkan ada yang menjadi pelanggan tetap. Dengan memesan hari dan jam khusus untuk latihan. “Penuh terus,” aku pengelola lapangan itu.
Hanya saja, lanjut Amaruddin, terdapat problem teknis yang perlu segera dicarikan solusi. Pengelolaan arena pusat olahraga yang cukup luas, tak mungkin hanya mengandalkan satu-dua tenaga. Sehingga kebersihan dan kebutuhan lain yang sifatnya praktis, belum bisa dilayani secara maksimal.
Untung saja, para pengguna dapat diajak kerjasama dalam menjaga kebersihan dan etika penggunaan. Walhasil fasilitas GSG masih tetap terjaga dan terawat dengan baik. “Ini aset berharga UIN,” ujar Amaruddin.
Jika dikelola lebih profesional lagi, menurut Kumaruddin, bukan tidak mungkin GSG mampu menjadi ikon kampus. Tentu, untuk mewujudkannya perlu komitmen serius dari semua pihak. Terutama dari pimpinan. Sebab penilaian utama pengguna terletak pada fasilitas. “Semakin baik, citranya pun baik,” ujarnya.
Ia mencontohkan, belum adanya fasilitas pendingin udara membuat arena lapangan yang luas terasa panas. Terutama pada siang hari. Pastinya, keadaan seperti ini membuat pengguna kurang nyaman.
Seorang pelajar pelajar SMA 8 Semarang Mudaris mengatakan, mulai mengenal UIN Walisongo lantaran kerap menyewa GSG untuk berolahraga. Selama ini, ia hanya tahu kampus yang berada di wilayah kecamatan Ngaliyan itu dari luarnya saja. “Sekedar lewat di depan,” akunya.
Mudaris tak pernah menyangka, kalau di dalamnya juga tersedia bermacam fasilitas menarik seperti gedung olahraga. “Yang saya tahu sebelumnya, UIN hanya kampus agama,” katanya.
Anggapan itu tak ditampik Munif. Pengguna GSG berasal dari berbagai kalangan. Mulai dari siswa, dinas, hingga perusahaan-perusahan. Kondisi ini tentu harus dimanfaatkan dengan baik.
“Bisa saja dari GSG, UIN jadi lebih dikenal masyarakat luas,” harapnya.
Utamakan Mahasiswa
Pengguna yang kian banyak membuat mahasiswa menjadi gelisah. Mereka merasa haknya dalam memanfaatkan GSG dikesampingkan. Syuaeb Abdul Rohman misalnya, ia mengaku bingung dengan prinsip pengelolaan gedung olahraga itu. Meski berstatus Badan Layanan Umum (BLU), harusnya mahasiswa diberi prioritas lebih dalam penggunaan. Seringkali, ketika hendak menyewa selalu saja sudah dipesan oleh pihak luar.
“Gedung milik kampus, kenapa prioritas justru ke penyewa luar,” keluh mahasiswa Tafsir Hadist itu.
Amaruddin kerap kali merasa dilema, jika antara mahasiswa dan pelanggan tetap, ingin menyewa dalam waktu yang sama. “Pasti ujung-ujungnya diprotes,” keluh Amaruddin. Sejauh ini, untuk menyeimbangkan penggunaan sebatas inisiatif pengelola lapangan.
Berbagai keluhan itu dipahami Munif. Sebagai bagian dari BLU, gedung serba guna memang diperuntukkan bagi semua pihak. Dari awal memang untuk disewakan. Penggunanya bisa dari masyarakat umum maupun mahasiswa. Asalkan menyewa pasti dilayani. Tidak ada salah satu pihak yang diprioritaskan. “Penggunaannya diatur berimbang ,” jelasnya. n
Mahfudz Fauzi