Suatu waktu, di taman kampus yang tak serindang dulu, seorang teman bercerita soal nasib malangnya ditinggal kekasih. Ia sedih. Berseduh dengan lirih. Kenangan-kenangan lama ia ceritakan kembali untuk memantapkan lukanya. Ia mengaku sakit hati. Hubungan yang dibangun di atas pondasi cinta harus berakhir menyakitkan.
Temanku tentu bukan satu-satunya. Ada banyak manusia yang mengalami hal serupa. Tersiksa lantaran putus cinta.
Apa yang sebenarnya salah?
Kahlil Gibran pernah menulis, “cinta yang terbatas menginginkan kepemilikan dari yang dicintai. Namun, cinta yang tak terbatas hanya menginginkan dirinya sendiri.” Di lain waktu ia melanjutkan, “cinta memang tak harus memiliki karena mencintai berarti memberi tak pernah meminta.”
Menurutnya seseorang yang benar-benar mencintai dengan tulus seharusnya tak merasakan sakit hati apalagi kecewa jika yang dicintai tak peduli atau bahkan tak membalas perasaan cintanya. Karena cinta bagi Kahlil, adalah memberi.
Apa yang dikatakan oleh filosof kelahiran Lebanon jika digambarkan tidak jauh beda dengan Film India yang berjudul Rab Ne Bana Di Jodi (2008). Film tersebut menceritakan tokoh Surinder (Shah Rukh Khan) yang mempunyai istri bernama Tani. Namun, karena pernikahannya hasil perjodohan, Tani tidak memiliki perasaan apapun kepada suaminya.
Sebaliknya, Suri sangat mencintai sang istri hingga rela berbuat apapun dan merubah penampilannya menjadi orang lain. Semua yang Suri lakukan hanya untuk menunjukkan betapa besar rasa cintanya pada Tani tanpa mengharap balasan cinta darinya.
Begitulah cinta, bisa merubah hal yang tidak masuk akal menjadi nyata. Tak putus asa walaupun tak dapat apa-apa.
Hal tersebut rasanya berbalik jika dikaitkan dengan cerita yang kebanyakan terjadi. Salah satunya cerita teman saya di atas. Banyak di antara mereka yang merasa sakit hati jika tak mendapat balasan dari yang dicinta.
Penulis novel terkenal Romeo dan Juliet, William Shakespeare mengatakan “harapan adalah akar dari semua sakit hati. Kebahagiaan datang dari dalam, dan orang-orang yang paling bahagia adalah orang-orang yang mengharapkan paling sedikit.”
Jadi pertanyaannya, yang membuat sakit hati itu cinta atau harapan?
Saya rasa hal tersebut masih menjadi pembahasan yang sampai saat ini banyak dibingungkan. Mereka mengatasnamakan cinta yang membuatnya galau dan terluka. Namun harapan juga tak jauh beda.
Sebenarnya jika cinta dimaknai lebih dalam, memanglah tak selalu ada balasan. Layaknya cinta ibu pada anaknya. Lain lagi dengan harapan yang berasal dari rasa ingin mendapatkan sesuatu. Jika hal tersebut tak bisa kita dapatkan, akibatnya timbul rasa kecewa dan kawan-kawannya.
Penulis: Afridatun Najah