![UIN Walisongo, Mahasiswa UIN Walisongo](https://amanat.id/wp-content/uploads/2019/08/IMG_2402.jpg)
Amanat.id- Calon mahasiswa baru (camaba) jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri UM-PTKIN Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Intan Fitriah Agustin merasa keberatan dengan besaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan biaya ma’had yang harus dibayarkan pada Kamis (13/07/2023).
“UKT-nya Rp4.810.000,00. Agak keberatan dengan UKT segitu, soalnya belum juga biaya ma’had-nya,” terang Camaba Hukum Keluarga Islam (HKI) tersebut saat diwawancarai oleh tim Amanat.id, Senin (10/07/2023).
Ia menuturkan, orang tuanya adalah single parent dan ada adik yang harus dibiayai selain dirinya.
“Orang tua saya tinggal satu dan itupun belum biaya sekolah adik dan belanja bulanannya,” jelasnya.
Hal serupa pun diucapkan oleh Fika Nur Rahma. Dirinya merasa keberatan dengan besaran UKT yang diterima.
“UKT saya Rp5.824.000,00 dan udah pasti keberatan ya karena penghasilan orang tua juga tidak sampe segitu,” ucap Camaba Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) tersebut.
Ia juga mengatakan, tingginya biaya UKT yang diterima menyebabkan dia dan teman-temannya ragu untuk melanjutkan perkuliahan, bahkan beberapa temannya lebih memilih untuk tidak melanjutkan kuliah.
“UKT yang sebesar itu mengakibatkan saya dan teman-teman menjadi ragu untuk mengenyam bangku kuliah. Banyak teman saya yang memilih keluar karena UKT yang lumayan besar untuk kaum biasa seperti saya,” ujarnya.
Camaba jurusan Ekonomi Syari’ah, Muhammad Mi’rojul Waro pun menuturkan hal yang serupa dengan Intan dan Fika.
“Saya mendapat UKT Rp5.641.000,00. Saya keberatan karena gaji pas-pasan, terus mendadak juga, hanya dikasih waktu seminggu setelah pengumuman pembayaran UKT,” ucapnya.
Waro juga sempat mencari pinjaman ke bank dan mendaftar ke kampus swasta yang menurutnya lebih murah.
“Kemaren cari pinjaman ke bank gak bisa cair cepat. Usaha cari cadangan kampus juga soalnya sampai sekarang belum dapat uang untuk bayar,” ujarnya.
![Camaba UIN Walisongo, UIN Walisongo, UKT Camaba UIN Walisongo](https://amanat.id/wp-content/uploads/2023/07/WhatsApp-Image-2023-07-10-at-9.54.56-PM.jpeg)
Sikap dan Aksi Aliansi Mahasiswa Walisongo
Menyikapi permasalahan tersebut, Aliansi Mahasiswa Walisongo (AMW) mencoba mengawal camaba dengan memberikan survei terhadap camaba yang keberatan dengan biaya UKT. Survei tersebut dapat diakses melalui: .
AMW dan beberapa mahasiswa lain juga menunjukkan aksinya dengan menyegel serta menempeli Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) dan Senat Eksekutif Mahasiswa (SEMA) UIN Walisongo dengan beberapa spanduk kritikan.
Salah satu anggota AMW, S (tidak ingin disebutkan namanya) mengatakan bahwa penyegelan dan penempelan spanduk kritikan dilakukan sebagai bentuk gerakan kolektif atas kinerja DEMA dan SEMA-U dalam mengawal permasalahan yang terjadi di kalangan mahasiswa.
“Tindakan tersebut merupakan gerakan kolektif atas keresahan kinerja dan tidak adanya respons DEMA dan SEMA-U terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi di Walisongo,” terangnya.
Menurutnya, tindakan tersebut harus terus digalakkan sebagai bentuk kritik para inisiator ke depannya.
“Menurut saya bagus dan harus terus terjadi di setiap kepengurusan karena itu adalah salah satu bentuk kritikan dan gerakan yang kemudian lahirlah inisiator-inisiator gerakan ke depannya,” jelasnya.
Sementara, dalam melakukan pengawalan UKT camaba, AMW tidak melakukan komunikasi terhadap DEMA dan SEMA-U karena lambannya gerakan dari kedua Organisasi Mahasiswa (Ormawa) tersebut.
“Kita tidak melakukan komunikasi karena memang ada keresahan AMW terhadap SEMA dan DEMA-U. Mereka tidak segera melakukan gerakan tentang besarnya biaya UKT camaba tahun 2023. Oleh karena itu, atas inisiatif dan kajian serta keresahan AMW, kemudian berangkat untuk melakukan hal tersebut dan nantinya akan kita follow up-kan,”
![DEMA dan SEMA UIN Walisongo, Spanduk Kritikan DEMA dan SEMA](https://amanat.id/wp-content/uploads/2023/07/IMG-20230710-WA0031.jpg)
Ia juga menjelaskan bahwa belum terdapat respons dan tindak lanjut dari pihak DEMA dan SEMA-U terkait permasalahan UKT tersebut.
“Belum ada timbal balik mereka untuk merespons hal tersebut. Sepengetahuan saya cuma ketua senatnya saja yang ikut nge-up pamflet. Akan tetapi, tidak ada tindakan lebih untuk membicarakan permasalahan ini. Saya melihat mereka sedang fokus liburan, building di Bandungan sedangkan camaba kebingungan tidak di-follow up-in dan tidak dipedulikan oleh mereka,” terangnya.
Jika tidak ada, lanjutnya, koordinasi dari DEMA dan SEMA-U, maka AMW akan mengawal kasus tersebut sendiri.
“Kalau memang mereka tidak berkoordinasi dengan kami, kami akan bergerak atas nama AMW untuk menyampaikan keresahan-keresahan. Sebagai mahasiswa tentunya kami punya legal standing untuk menyampaikan keresahan kepada birokrasi kampus,” tegasnya.
S mengatakan, AMW memiliki target dalam mengawal UKT camaba, yakni dapat dicicil dalam satu semester atau terdapat pengurangan UKT.
“Target minimal UKT bisa dicicil dalam satu semester ataupun ada proses yang goals-nya bisa terjadi pengurangan UKT. Makanya kami mengumpulkan data dan atas nama AMW kami bergerak untuk menyampaikan langsung hasil tersebut kepada birokrasi,”
“Kalau audiensi dengan birokrasi tidak ada, maka kami akan datang langsung atas nama AMW untuk konsolidasi, lalu ada demonstrasi atau pengumpulan massa aksi untuk bergerak seruduk rektorat.” tuturnya.
Ia pun berharap agar DEMA dan SEMA-U dapat lebih fokus dalam memebenahi permasalahan di UIN Walisongo.
“Jangan fokus cari proyek, tapi fokuslah untuk membenahi permasalahan di UIN Walisongo dan perbanyak inisiasi serta gerakan sehingga problematika-problematika yang ada di UIN Walisongo segera terpecahi dan ada solusi. Jangan banyakin hiburan, tapi banyakin kinerja dan gerakan,” ujarnya.
Reporter: Fathur
Editor: Revina