• Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
Senin, 27 Maret 2023
  • Login
Amanat.id
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result
Amanat.id

Bukan Pasarmalam; Potret Pejuang yang Dilupakan oleh Masyarakat dan Sejarah

Bukan Pasarmalam, yang pernah dilarang pada 30 November 1965 dan sekaligus pernah dialihbahasakan dalam beberapa bahasa asing.

Rizkyana Maghfiroh by Rizkyana Maghfiroh
6 bulan ago
in Rak
0
Bukan Pasarmalam Pramoedya Ananta Toer
Foto buku Bukan Pasarmalam di antara buku-buku Pramoedya Ananta Toer yang lain. (Amanat/Rizkyana).

Siapa yang tak mengenal Pramoedya Ananta Toer? Sastrawan Indonesia yang sukses menyabet belasan penghargaan bertaraf internasional. Bersamaan dengan jalan kehidupan yang separuhnya dilalui dari satu penjara ke penjara lain, Pramoedya telah melahirkan karya-karya bernuansa perjuangan dan kemanusiaan.

Salah satunya buku Bukan Pasarmalam, yang pernah dilarang pada 30 November 1965 dan sekaligus pernah dialihbahasakan dalam beberapa bahasa asing: It’s not An All Night Fair (bahasa Inggris), Mensch Für Mensch (bahasa Jerman), La Vie N’Est Pas Une Foire Noctume (bahasa Perancis), dan Een Konde Kermis (bahasa Belanda).

Bukan Pasarmalam berkisah tentang seorang eks-veteran asal Blora yang tengah menunggu ajal bersama penyakit TBC yang menggerogoti paru-parunya. Hampir seluruh hidupnya dihabiskan untuk mengabdi; memperjuangkan kemerdekaan dan menjadi tenaga pendidik yang membukakan jalan bagi ratusan hingga ribuan putra-putri bangsa.

Dulu ia mengajar. Dan telah beribu-ribu murid dibukakan jalannya. Dulu ia giat memperjuangkan tercapainya kemerdekaan bangsanya: selama tigapuluh tahun. Dan kini, belum lagi setahun kemerdekaan tercapai, ia sudah tak digunakan lagi oleh sejarah, oleh dunia, dan oleh manusia. Dan seperti kami juga, dulu ia pun pernah mengalami ketakutan, kesengsaraan, kesenangan, dan segala perasaan lain yang ada dalam tubuh manusia. Tapi semua itu kini sudah mati baginya. [99]

Namun, nasib nahas justru menimpanya. Ia harus menelan kecewa karena situasi pasca kemerdekaan yang ia sebut ‘bobrok’. Para gerilyawan yang dahulu berjuang bersamanya, kini hanya sibuk berebut kursi menjadi petinggi negeri. Kekecewaan itu pula yang mengantarnya pada brankar rumah sakit. Agaknya, benarlah ungkapan bahwa penyakit yang datangnya dari pikiran lebih menyengsarakan dibanding penyakit medis.

“… Ayah Tuan jatuh sakit oleh kekecewaan—kecewa oleh keadaan yang terjadi sesudah kemerdekaan tercapai. Rasa-rasanya tak sanggup lagi ia melihat dunia kelilingnya yang jadi bobrok itu—bobrok dengan segala akibatnya. … kala kemerdekaan telah tercapai, mereka itu sama berebutan gedung dan kursi. … Segala kekecewaannya itu direndamnya saja di dalam hatinya. Tapi akibat yang sangat besar tak diduganya akan menimpa dirinya.” [102]

*

Baca juga

Paradoks Institusi Pendidikan

Fenomena “Hijrah” Narsistik vs Beragama secara Sederhana

[Resensi Buku] Imajinasi Tak Selalu Lebih Indah dari Realita

Roman yang terbagi menjadi 16 bab ini cukup ‘ringan’ dibanding karya Pramoedya lainnya, seperti tetralogi Buru dan Arok Dedes. Namun, konflik yang sederhana  tersebut justru menjadikan alur Bukan Pasarmalam terkesan lambat dan bertele-tele.

Tiap babnya cukup singkat dan hanya berputar pada brankar rumah sakit, tokoh utama yang selalu meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja meski hati dirundung kecewa, anak-anak yang  meratap, dan rasa bersalah anak sulungnya yang pernah memaki sang ayah beberapa waktu silam.

Selain membahas tentang konflik keluarga—yang sebenarnya sederhana, tetapi menjadi pelik karena dicampuri perasaan dan hubungan darah; Bukan Pasarmalam juga membahas mengenai kepastian kematian, kefanaan hidup, demokrasi dan nasionalisme, ketamakan politikus, kemanusiaan, serta sedikit menyinggung nasib guru yang tersisihkan.

“Dan di dunia ini, manusia bukan berduyun-duyun lahir di dunia dan berduyun-duyun pula kembali pulang… seperti dunia pasarmalam… Seorang-seorang mereka datang. Seorang-seorang mereka pergi. Dan yang belum pergi dengan cemas-cemas menunggu saat nyawanya terbang entah ke mana….” [104]

Gaya bahasa yang digunakan terbilang ringan dan mudah dipahami. Narasi pada tiap paragrafnya tidak begitu panjang, tapi maksud penulis tetap tersampaikan. Di sisi lain, penyebutan identitas tokoh juga tidak konsisten. Seperti saat si anak sulung yang memanggil tokoh utama dengan sebutan “ayah” dan “bapak” di lain halaman. Juga memanggil ibunya sebagai “ibu” dan “bunda”.

Kendati tidak ada satu nama tokoh pun yang disebut dalam Bukan Pasarmalam, karakter tokoh digambarkan dengan apik. Sederhana, tetapi konsisten dan realistis. Ayah yang selalu tegar—meski seringkali cenderung sok kuat—serta mengajarkan kebajikan dan harapan realistis pada anak-anaknya.

Anak sulung yang merasa bertanggung jawab atas kehidupan adik-adiknya. Anak-anak yang rela meninggalkan pekerjaan demi menunggui sang ayah di hari-hari terakhirnya. Bahkan karakter tetangga yang beragam; ada yang memang peduli, ada pula yang sok tahu memberi saran tanpa diminta. Ada yang fokus pada kebaikan seseorang, ada pula yang telanjur terhasut dengki dan melupakan jasa-jasanya.

Bukan Pasarmalam dapat menjadi rekomendasi untuk penyegar daftar bacaan dan kembali menumbuhkan jiwa sosial dan kemanusiaan. Melalui Bukan Pasarmalam, Pramoedya mengajak pembacanya meraba kehidupan pasca kemerdekaan yang carut-marut. Dengan berlatar pedesaan dan menyinggung sisi kehidupan yang masih relate hingga era modern sekarang ini.


Identitas Buku:

Judul: Bukan Pasarmalam
Penulis: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: Lentera Dipantara
Tahun Terbit: Oktober 2010 (cetakan ke-9)
ISBN: 979-97312-12-6
Ukuran: 106 hlm.; 13 × 20 cm
Resentator: Rizkyana Maghfiroh

  • 0share
  • 0
  • 0
  • 0
  • 0
Tags: Bukan Pasarmalampramoedya ananta toerresensi bukuResensi buku pramoedyaRoman sejarah
Previous Post

Kamu Susah Tidur? Coba 5 Tips Ini Agar Cepat Tidur!

Next Post

Rayakan Milad ke-37, UKM Kordais Gelar Festival Rebana Klasik se-Jawa Raya

Rizkyana Maghfiroh

Rizkyana Maghfiroh

Related Posts

Sekolah Dibubarkan Saja!
Rak

Paradoks Institusi Pendidikan

by Rizkyana Maghfiroh
3 November 2022
0

...

Read more
Hijrah kalis

Fenomena “Hijrah” Narsistik vs Beragama secara Sederhana

13 Oktober 2022
Resensi buku mereka bilang saya monyet djenar maesa ayu

[Resensi Buku] Imajinasi Tak Selalu Lebih Indah dari Realita

14 Juli 2022
Buku Pulang karya Leila S. Chudori (Sumber foto: efisus.wordpress.com)

[Resensi Buku] Kerinduan para Burung Camar untuk Pulang

18 Oktober 2021
Buku The Red Haired Woman (Sumber:Kinereku)

[Resensi Buku] Pembacaan atas Novel Orhan Pamuk: The Red-Haired Woman

23 September 2020

ARTIKEL

  • All
  • Kolom
  • Mimbar
  • Rak
  • Sinema
  • Opini
Aksi Tolak Perppu Ciptaker

Bersama dengan Mahasiswa Lain, Dellavera Sebut Perppu Ciptaker Menyulitkan Rakyat

15 Maret 2023
Arja Imroni, UIN Walisongo, Menjaga jari dan lisan

Pentingnya Menjaga Jari dan Lisan di Bulan Ramadan

26 Maret 2023
UIN Walisongo Bersholawat

Ciptakan Suasana Religius, UIN Walisongo Kembali Gelar Acara Bersholawat

9 Maret 2023
Utopia Harapan

Utopia Harapan

2 Maret 2023
Load More
Amanat.id

Copyright © 2012-2024 Amanat.id

Navigasi

  • Tentang Kami
  • Media Partner
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi

Ikuti Kami

  • Login
  • Warta
    • Varia Kampus
    • Indepth
    • Seputar Ngaliyan
    • Regional
    • Nasional
  • Sastra
    • Cerpen
    • Puisi
  • Artikel
    • Esai
    • Opini
    • Mimbar
    • Kolom
    • Rak
    • Sinema
  • Milenial
    • Kesehatan
    • Teknologi
    • Melipir
  • Sosok
  • Akademik
  • Lainnya
    • Epaper
      • Tabloid Amanat
      • Soeket Teki
      • Buletin Amanat
      • Bunga Rampai
    • Ormawa
    • Jejak Amanat
No Result
View All Result

Copyright © 2012-2024 Amanat.id

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Send this to a friend