Jauh sebelum kita mengenal Covid-19 atau Virus Corona, dunia khususnya Eropa pernah dilanda pandemic penyakit yang luar biasa mematikan pada pertengahan abad 14. Bahkan Covid-19 masih kalah mengerikan daripada penyakit satu ini. Karena saat itu perkembangan dunia kedokteran masih belum maju seperti saat ini, penyakit ini tidak bisa dibendung penyebarannya dan hampir tidak bisa diobati.
Penyakit ini dinamakan Black Death karena pada penderitanya terdapat benjolan hitam yang berasal dari pembengakakan darah. Benjolan ini ada yang seukuran telur hingga sebesar buah apel. Penderitanya akan merasakan sakit yang luar biasa, dan jika tidak ditangani selama jangka waktu seminggu, maka penderitanya sangat besar kemungkinannya untuk mati.
Angka kematian Black Death ini di antara 75-200 juta jiwa atau sepertiga hingga dua pertiga populasi punduduk eropa. Angka itu lebih besar daripada korban perang terbesar sepanjang sejarah yaitu PD II yang korbannya hanya sekitar 62 juta jiwa. Oleh karenanya, benua Eropa menjadi daratan paling menyedihkan pada jamannya, bahkan ada yang mengatakan bahwa benua Eropa seperti tanah tak bertuan karena ditinggal mati penduduknya.
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri bernama Yersinia Pestis yang dibawa oleh lalat dan kemudian disebarkan oleh tikus. Buruknya saluran sanitasi menjadi penyebab utama mudahnya penyebaran penyakit ini.
Cara penanganannya saat itu pun juga terbilang aneh. Dokter akan memberikan topeng khusus yang memiliki moncong dihidung yang berbentuk semacam paruh burung untuk mencegah penyebarannya. Fungsi moncong pada topeng itu adalah untuk menaruh lavender untuk bebauan. Pastinya hal semacam itu tidaklah berfungsi untuk mengatasi Black Death.
Maklum, pada saat itu daratan yang kini dijuluki Benua biru tersebut, masih mengalami masa kegelapan. Sarana dan prasarana disana masih tertinggal jauh dari negara-negara lain. sama halnya dengan perkembangan ilmu dan teknolgi kedokteran, Benua Eropa tidak bisa melakukan lebih selain berusaha semaksimal mungkin untuk mengatasi Black Death.
Sebenarnya, penyakit ini tidak hanya mewabah di benua eropa, akan tetapi hampir di seluruh dunia juga mengalaminya. Black Death ini tersebar sampai Afrika, Asia, dan bahkan hingga kawasan asia tenggara termasuk Indonesia. Mesir bahkan kehilangan hingga 40 persen dari penduduknya karena dampak penyakit ini.
Walaupun status pandeminya hanya berlangsung sekitar 4 tahun, akan tetapi Black Death ini masih menjadi penyakit yang mematikan sampai sekarang. Pada akhir tahun 2019 sebelum merebaknya Virus corona, China mencatatkan dua kasus pandemi tersebut.
Penulis: Muhamad Shokhiful Fikri