
Amanat.id- Saat sidang Lembar Pertanggung Jawaban (LPJ) Organisasi Mahasiswa (Ormawa) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) berlangsung, didapati beberapa mahasiswa saling menempeli kertas berisikan kritik terhadap Senat Mahasiswa (SEMA) FEBI di area gedung M, Sabtu (18/11/2023).
Kertas bertuliskan ‘Sema FEBI gak niat’, ‘Forum Evaluasi bukan Sekedar Formalitas’, hingga ‘SEMATURU’ bertebaran di area Gedung M FEBI Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo.
Salah satu inisiator, Tegar Arya selaku Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Manajemen merasa jika kinerja SEMA FEBI UIN Walisongo tidak maksimal selama menjabat.
“Kurang dalam mengadvokasi aspirasi mahasiswa, Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Tengah Periode pun tidak ada. Lalu, sekolah administrasi malah diadakan tidak pada awal periode,” ucapnya.
Lebih lanjut, Arya menuturkan bahwa LPJ tahun ini merupakan puncak kekurangan kinerja SEMA FEBI UIN Walisongo.
“Puncaknya di LPJ tahun ini. Momen yang harusnya disaksikan oleh seluruh Organisasi Mahasiswa (Ormawa) sebagai evaluasi, tetapi karena ketidaksiapan SEMA dalam fasilitas, menjadi tidak terpenuhi,” lanjutnya.
Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) FEBI, Soya Angga juga merasakan hal yang sama. Dirinya mengaku kinerja SEMA FEBI UIN Walisongo kali ini kurang maksimal.
“Kami dari lembaga eksekutif, menilai bahwa SEMA memang kurang dalam kinerjanya,” katanya.
Menurutnya, hal tersebut dibuktikan dengan jarangnya SEMA FEBI mengadakan kegiatan.
“Terlihat juga dari jarang adanya kegiatan dan lain sebagainya,” lanjutnya.

Merespons beberapa tanggapan tersebut, Ketua SEMA FEBI, Rizkon Aulia justru tak sependapat dengan tulisan yang ada di kertas.
“Untuk sepakat sebenarnya tidak karena kita juga melaksanakan beberapa program kerja, seperti pengawalan Uang Kuliah Tunggal (UKT), mengadvokasi mahasiswa telat bayar UKT, RKA K/L, dan lain-lain,” jelasnya.
Menurutnya, tulisan tersebut tidaklah benar. Namun, ia juga tidak menyalahkan pandangan mahasiswa terhadap SEMA FEBI.
“Jika dinilai SEMA hari ini mati juga tidak. Namun, itu perspektif dari mahasiswa. Menurut saya pribadi, itu jauh dari kata benar, tetapi juga bukan perspektif yang salah,” jawabnya.
Lanjut Rizkon, kejadian tersebut justru menunjukkan bahwa dialektika mahasiswa masih menyala.
“Dengan adanya kejadian seperti itu, berarti dialektika mahasiswa tidak mati. Kita tidak hanya menjadi pengawas tapi kita juga diawasi oleh mahasiswa,” pungkasnya.
Reporter: Tegar Ezha Pratama
Editor: Fathur