
Amanat.id- Baru tiga belas hari menempati Ma’had Al-Jami’ah Walisongo, Mahasiswa baru Program Studi (Prodi) Matematika, SM (inisial) mengeluhkan beberapa fasilitas ma’had yang kurang memadai, Senin (7/8/2023).
“Kipasnya rusak dari sebelum datang. Udah lapor ke musyrifah, tapi katanya nunggu informasi terus. Kamar mandi juga pampat, sampai harus pindah ke lantai bawah buat mandi,” tuturnya saat diwawancarai oleh tim Amanat.id.
Tak hanya itu, ia juga mengatakan bahwa tidak boleh mencuci alat makan di wastafel yang ada di lantai kamar serta WiFi tidak tersambung.
“Gak dibolehin nyuci alat makan di wastafel, terus gunanya wastafel apa? Nyucinya harus ke keran samping gedung. Gak bisa nyambung WiFi, sejak datang sampai sekarang selalu pakai kuota pribadi,” tambahnya.
Menurutnya, biaya makan per bulan tidak sesuai dengan makanan yang didapat. Dirinya pun sering membeli makanan hingga pernah membuang lauk karena tidak layak untuk dimakan.
“Untuk bayar Rp450.000 per bulan itu gak banget. Makanya sering pakai frozen food sama sayur kering. Kadang sampai buang lauknya kalau dirasa gak layak dimakan. Pernah juga dapat lauk tempe, tapi rasanya kecut banget,” ungkapnya.
SM menuturkan, teman-temannya pun merasakan hal serupa.
“Di gedung lama udah ada beberapa temanku yang dapat sayur basi atau bau tengik. Temanku yang di ma’had baru katanya tadi pagi habis dapat makan yang lauknya basi,” ujarnya.

Sementara mahasiswa baru lainnya, L (inisial) juga menuturkan keluhan yang sama dengan SM.
“Untuk kamar masih oke, tapi kipas angin tidak bisa muter jadi kami sering mengeluh kepanasan,” ucapnya saat diwawancarai oleh tim Amanat.id, Selasa (8/8/2023).
Ia juga mengatakan bahwa air kamar mandi di lantai kamarnya sering mati, sehingga harus turun ke kamar mandi bawah.
“Di kamar mandi airnya sering mati, sehingga harus ngungsi ke kamar mandi di bawah. Pintu kamar mandi bolong jadi privasi buat mandi diragukan,” tambahnya.
L mengaku pernah mendapatkan nasi yang tidak layak dimakan. Hal tersebut membuatnya tidak berselera makan, ditambah adanya penyakit asam lambung kronis yang ia punya.
“Selama empat belas hari di sini, pernah menemukan nasi yang bau, kotor, dan ada rambutnya, saya langsung tidak berselera makan karena disuguhkan nasi yang seperti itu. Apalagi dengan vonis dokter saya mempunyai riwayat penyakit asam lambung kronis,”
“Penyajian makanannya itu adalah makanan kemarin yang dipanaskan kembali, makanan bekas siapa, apakah higienis, dan layak makan kita tidak tahu.” jelasnya.
Mendapati hal seperti itu, ia mengaku bahwa tetap ada teman-temannya yang memakan makanan tersebut, sementara yang lainnya tidak.
“Ada yang makan dan ada yang tidak. Kalau aku pribadi, lebih baik gak usah makan ketika keuangan lagi menipis dan aku memilih beli makan sendiri. Entah berapa puluh kali teman-teman saya capai dengerin keluhan setiap malam ‘sakit perutku’, ‘pusing kepalaku’,” paparnya.
Ketika sakit, lanjutnya, ia tidak pernah diperhatikan oleh pengurus ma’had yang ada di kamar dan akhirnya mengurus dirinya sendiri.
“Gak pernah tuh yang namanya diperhatiin musyrifah selama aku sakit di sini. Selalu aku yang urus diri sendiri,” katanya.
L pun berharap agar UIN Walisongo memperbaiki fasilitas ma’had sesuai dengan uang yang telah dibayarkan.
“Kami di sini untuk belajar bukan untuk menambah penyakit. Dibenarkan juga fasilitasnya karena kami butuh kepuasan terkait fasilitas, kemana uang tiga juta kami yang katanya uang untuk fasilitas, tapi sedikitpun saya tidak merasa teradili dengan hal tersebut,” ujarnya.

Mahasiswa baru lainnya, tidak ingin disebutkan namanya juga turut menyampaikan keresahan terkait fasilitas ma’had.
“Kurang lebih dua belas hari di ma’had kesannya kurang nyaman karena fasilitas kurang memadai, terutama kalau bangun tidur badan suka pegal karena kasurnya gak nyaman dan gak ada bantal,” jelasnya.
Serupa dengan pengakuan SM dan L, ia mengatakan bahwa kamar mandi pampat.
“Untuk air agak kurang sreg karena beda sama di rumah, tapi ini juga udah termasuk bersih cuman kamar mandinya pampat. Apalagi di bagian depan wastafel itu ada sedikit genangan air yang membuat saya gak nyaman kalau lewat situ,” tambahnya.
Tidak hanya sekali dua kali saja ia mendapatkan nasi keras dan lauk yang basi. Hal ini membuat dirinya tidak berselera makan.
“Lauknya yang basi, nasinya juga keras dan ini gak satu atau dua kali aja. Bikin saya gak ada selera makan,” katanya.
Dirinya juga mengaku, santri tidak boleh mencuci baju sendiri dan diwajibkan untuk laundy. Menurutnya, hal ini menambah pengeluaran, sehingga tidak bisa berhemat.
“Kita gak boleh nyuci sendiri, wajib laundry. Itu bikin kita jadi boros, katanya kalau nyuci sendiri nanti boros air. Percuma bayar ma’had sampai tiga juta, seharusnya mahasiswa itu hemat, tapi di ma’had malah dibikin boros,” ujarnya.
Ia berharap agar fasilitas yang diberikan kampus sepadan dengan biaya yang telah dibayarkan.
“Semoga ke depannya fasilitas ma’had lebih memadai lagi biar sebanding dengan kita yang sudah bayar 3 juta dan makan 450 ribu,” harapnya.
Salah satu mahasiswa baru UIN Walisongo, tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan bahwa fasilitas di ma’had ada kurang dan lebihnya.
“Untuk fasilitas mungkin memang ada plus dan minusnya. Minusnya toilet kotor. Namun, sekarang sudah baik-baik saja karena sudah dibersihkan,” tuturnya.
Ia mengaku tidak tahu soal nasi basi karena dirinya dan teman-teman sekamarnya baik-baik saja.
“Mengenai makanan basi saya baru mengetahui hal tersebut hari ini. Dikarenakan memang tidak saya temui dan tidak saya alami, bahkan teman sekamar saya alhamdulillah baik-baik saja,” paparnya.
Ia pun berharap agar ke depannya, fasilitas ma’had, seperti alat kebersihan bisa lebih dilengkapi.
“Semoga fasilitas-fasilitas di ma’had semakin dilengkapi, seperti sapu, pel-an, dan alat-alat kebersihan kamar mandi,” harapnya.
Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN Walisongo, M. Faris Balya menyayangkan fasilitas yang diberikan kampus. Menurutnya, hal tersebut menandakan bahwa UIN Walisongo belum siap untuk mengadakan program wajib ma’had.
“Sangat menyesalkan fasilitas yang diberikan kampus, terutama ma’had mitra maupun UIN Walisongo. Itu menunjukkan bahwa kampus sangat tidak siap menyelenggarakan program wajib ma’had seratus persen bagi mahasiswa baru,”
“Apalagi ketika berbicara soal konsumsi makanan yang tidak layak untuk dimakan serta fasilitas tidak layak di ma’had mitra terutama, kita sudah mengantongi bukti itu.” katanya.
Ia menegaskan, tuntutan yang akan dilaksanakan adalah UIN Walisongo mencabut program wajib ma’had karena setelah di-crosscheck, tidak ada instruksi dari Kementerian Agama (Kemenag) terkait wajib ma’had.
“Cabut wajib ma’had karena setelah kita crosscheck melalui Kemenag di bidang kemahasiswaan Rabu kemarin, ternyata tidak ada instruksi dari Kemenag terkait wajib ma’had. Artinya, wajib ma’had itu dilakukan atas dasar kebijakan dari kampus masing-masing,” tegasnya.
Faris mengatakan bahwa akan diadakan konsolidasi pada Selasa (8/8/2023) pukul 13.00 WIB untuk menindaklanjuti terkait permasalahan wajib ma’had.
“Kita akan melakukan konsolidasi di jam satu siang. UIN Walisongo jelas tidak siap menyelenggarakan program wajib ma’had dan harus dicabut serta uang tiga juta harus dikembalikan,” harapnya.
Reporter: Revina
Editor: Nur Rzkn