Setelah Erich Fromm memberi pemahaman tentang cinta dan mencintai, ia juga masih menyimpan banyak hal mengenai cinta-cinta yang lain. Masih banyak orang memaknai cinta hanya sebatas rasa suka yang datangnya kebetulan. Tidak merenungkannya terlebih dahulu, dan langsung menyebutnya cinta.
Padahal cinta memiliki unsur yang membentuk rasa cinta. Bukan cinta kanak-kanak. Tapi cinta yang benar-benar cinta. Cinta yang mencintai tanpa mengaharapakan balasan.
Cinta yang matang mempunyai ciri tidak meminta atau mencari untung, tapi memberi, bukan dalam arti berkorban. Dalam sifat memberi, masih dibedakan dalam beberapa karakter yang menjadi parameter kualitas cinta seseorang.
Pertama, karakter dagang yaitu rela memberi, tetapi diimbangi dengan menerima. Memberi tanpa menerima berarti ditipu.
Kedua, karakter non-produktif yaitu berfikir, dengan memberi akan menjadikannya miskin atau merugikan.
Ketiga, karakter produktif yaitu memberi adalah ungkapan paling tinggi dari kemampuan. Menjadi pembuktian bahwa kita mampu dalam memberi.
Jadilah karakter yang produktif, karena hal itu dapat membuktikan kemampuan, kekuatan, kapasitas seseorang dalam hal memberi. Memberi dengan karakter yang seperti ini mampu membangun kepercayaan diri. Memberi tidak harus dengan materi, bisa dengan jasa, tenaga, pengetahuan dan apapun itu asal memberi. Sekali pun itu hanya dengan senyuman.
Unsur cinta
“Cinta itu memberdayakan, bukan memperdayakan.”
Untuk disebut cinta yang memberdayakan, ada unsur-unsur yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Ini penting guna membentuk perasaan cinta.
Pertama, Care (perhatian) yaitu menaruh perhatian yang serius dan mendalam terhadap kehidupan, perkembangan, maju dan mundurnya, baik dan rusaknya, obyek yang dicintainya.
Kedua, Responsibility (tanggung-jawab) yaitu bertanggung jawab atas kemajuan, kebahagiaan dan kesejahteraan obyek yang dicintainya. Tanggung jawab disini bukan berarti melakukan dominasi atau menguasai obyek yang dicintai untuk di-dikte sekehendaknya. Tetapi, lebih berarti turut terlibat dalam kehidupan obyek yang dicintainya dalam rangka kemajuan dan kesejahteraannya.
Ketiga, Respect (hormat), maksudnya menghargai obyek yang dicintai seperti apa adanya, menerima apa adanya, dan tidak bersikap sekehendak hati terhadap obyek yang dicintainya.
Keempat, Knowledge (pengetahuan), yaitu memahami seluk-beluk obyek yang dicintainya. Apabila obyek yang dicintainya itu manusia, maka harus dipahami kepribadiannya, latar belakang yang membentuknya, maupun kecenderungannya. Juga harus dipahami bahwa kepribadian seseorang itu terus berkembang.
“Cinta berarti berkomitmen pada diri sendiri tanpa jaminan, memberi diri sepenuhnya dengan harapan bahwa cinta akan menghasilkan cinta pada orang yang dicintai. Cinta adalah tindakan iman, dan siapa pun yang memiliki sedikit keyakinan juga memiliki sedikit cinta.” Erich Fromm.
Penulis: M. Hasib