Amanat.id–Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo menjadi salah satu tuan rumah pada Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) II dengan tema “Meneguhkan Peran Ulama Perempuan untuk Peradaban yang Berkeadilan”, dihadiri oleh perwakilan ulama perempuan dari 31 negara. Acara dilaksanakan di Auditorium II, Kampus 3 UIN Walisongo, Semarang, Rabu (23/11/2022).
Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah menjadi salah satu narasumber dalam sesi konferensi “The Future of Muslims: Positive Development of Gender Equality”. Ia menyampaikan bahwa peran ulama perempuan dalam mengatasi kasus kekerasan seksual melibatkan komnas perempuan.
“Berbicara tentang kekerasan seksual, erat dengan peran komnas perempuan, sebab lembaga ini didirikan sebagai respon atas tragedi kekerasan seksual yang dialami perempuan pada Mei 1998,” jelasnya.
Dirinya menambahkan bahwa untuk menekan presentase kasus, menjadi tugas utama komnas perempuan.
“Komnas perempuan memiliki mandat khusus guna menghapus segala bentuk kekerasan seksual wanita, meliputi peningkatan kesadaran publik akan hukum yang berlaku, pemantauan dan laporan kepada presiden dan PBB, memberikan masukan pada semua pihak yang membutuhkan dan menjalin kerja sama,” imbuhnya.
Strategi Atasi Kasus Kekerasan Seksual
Berdasarkan data Komnas Perempuan, jumlah laporan kasus yang diterima menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, sebagaimana yang dituturkan oleh Alimatul.
“Data komnas perempuan tahun 2021 menunjukkan adanya peningkatan laporan, padahal laporan ini hanya mencakup 20% nya saja, sementara 80% kasus kekerasan seksual tidak dilaporkan,” tuturnya.
Sebagian dari kasus kekerasan seksual menunjukkan adanya relasi kuasa antara pelaku dan korban.
“Bila kita analisa, terjadi relasi kuasa sekitar 9% dari pelaku kasus tersebut adalah orang-orang yang notabenenya tokoh panutan masyarakat, dan tingkat pendidikan korban yang lebih rendah,” jelasnya.
Alimatul turut menyindir fenomena masyarakat yang menyalahkan cara berpakaian wanita sebagai pemicu kasus kekerasan seksual.
“Satu penelitian menunjukkan sebanyak 70% responden masih menghubungkan korban dengan cara berpakaian, sehingga blaming victim masih terjadi,” ucapnya.
Di samping menunjukkan presentase kasus, Alimatul turut memberikan beberapa strategi atau langkah yang dipercaya mampu mengurangi kasus kekerasan seksual.
“Guna menekan kasus, kita perlu menggandeng seluruh pihak akademisi, masyarakat lokal dan internasional, pemerintah, dan media untuk bersuara dalam mengehentikan kasus kekerasan seksual. Kemudian pendekatan agama dan meningkatkan advokasi atau undang-undang, serta melakukan evaluasi dan monitoring,” tutupnya.
Reporter: Shinta Ayu