gambar: dok. internet |
Adoria
telah ku tempuh ruas-ruas jalan yang bahkan tak pernah melintasi jalan pikiranmu, bersamanya debu jalanan dan seribu kesepian. sementara kau, dengan niat mencegatku, menyesatkannya di garis-garis tanganmu.
pada suatu sore, pada sebuah jendela kaca
titik-titik air turun satu-satu
pintu-pintu rumah terkatup
menyeret tubuh yang lembab dengan dada yang sesak, seperti ketika gigil waktu mengantar kematian.
duh!
hangat air matanya turun sampai ke bibir
akhirnya kutelan juga kehilangan itu
mendidihkan darah disekujur tubuh
tulang-tulang retak
lalu kudengar halilintar yang begitu mengerikan menyingkap dinding-dinding langit dan memecahkan sesuatu,
mungkin hatiku.
dari sini, kekasih, musim yang saling bergantian akan mengantar kita menjauh dari jantung kota yang degubnya selalu terlambat dan kadang tergesa-gesa.
telah kupilih bagiku ruas-ruas jalan yang bahkan tak pernah melintasi jalan pikiranmu,
tetapi hujan masih saja berderap-derap di atas atap,
di setiap kaca jendala.
Semarang, 2017.
aku akan datang padamu
aku akan datang padamu, dari rumah-rumah bilik pengungsian
di tengah hamparan lembah-lembah bukit kemiskinan yang terasing diujung timur
kita lahir dan tumbuh dari perang yang sama,
dengan hanya membawa lari cinta.
tak dapat kuhadiahkan segalanya padamu
kecuali diriku sendiri, yang seluruhnya adalah cinta.
Semarang, 2017
HASAN TAROWAN, penyair muda kelahiran Sumenep 13 pebruari 1995. Antologi puisi tunggalnya “orang mabuk di negeri mahapetry” (2016) dan antologi bersama “sajak anak negeri” (2017). Aktif di komunitas Soeket Teki dan pengelola Komunitas sastra Silang Pertemuan Semarang. Pemilik cita-cita sederhana dan sepele: bangun pagi.