Amanat.id- Suasana panas yang begitu menyengat di kampus UIN Walisongo pada, Kamis (15/9/2019) ternyata menjadi catatan sejarah bagi mahasiswa disabilitas.
Siang itu, dua mahasiswa bernama Mukhlis dan Muhammad Amin Hambali berhasil mendirikan Komunitas Ruang Inklusi Walisongo dengan didampingi oleh Teri dan Rizky Nur Anisa sebagai perwakilan mahasiswa non-disabilitas di UIN Walisongo.
Dicetuskannya komunitas tersebut guna memfasilitasi para mahasiswa disabilitas di UIN Walisongo daFlam membangun jejaring dan bisa tetap eksis seperti mahasiswa pada umumnya.
Mukhlis menyebutkan bahwa komunitas tersebut sekarang baru berisi enam orang mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) dan 1 mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), yang memiliki disabilitas netra (low vision dan total) serta tuna daksa.
Meskipun belum resmi berdiri, Mukhlis memiliki tekad untuk terus mengembangkan komunitas tersebut dengan dibantu beberapa temannya.
“Dalam grupnya sendiri ada mahasiswa non-disabilitas yang pure mau membantu,” ujar Mukhlis saat diwawancarai oleh tim Amanat.id, Rabu (6/2/2024).
Mukhlis bersama rekan-rekannya sempat membahas kesejahteraan mahasiswa baru penyandang disabilitas saat pelaksanaan Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK) 2023, bersama Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) UIN Walisongo di Taman Dakwah, Jumat (21/7/2023).
Mukhlis mengatakan bahwa UIN Walisongo memerlukan Pusat Layanan Disabilitas (PLD) sebagai tindak lanjut dan wujud perhatian bagi mahasiswa penyandang disabilitas.
“Mahasiswa disabilitas butuh PLD sebagai media perhatian khusus untuk menjembatani mahasiswa disabilitas. Apalagi salah satu program pemerintah, kesetaraan untuk disabilitas khususnya bidang inklusi pendidikan,” ujarnya.
Belum Ada Akses yang Cukup
Seorang penyandang disabilitas tuna netra sekaligus pendiri, Amin mengatakan bahwa komunitas tersebut belum banyak diketahui oleh civitas academica, sehingga sulit untuk berkembang.
“Banyak masyarakat kampus belum aware sama kita. Komunitasnya masih kecil dan orang-orang masih belum paham. Jadi untuk berkembang agak susah,” tuturnya.
Amin menyayangkan fasilitas disabilitas kampus yang belum sepenuhnya dapat diakses, seperti guiding block dan tidak adanya lift di gedung Islamic Development Bank (IsdB).
“Beberapa fasilitas sulit untuk kita akses, misalnya guiding block kadang terhalangi. Saat perpindahan kelas ke Gedung ISdB belum ada lift dan masih kesulitan mencari kelas terlebih papan nama kelas,” terangnya.
Amin juga mengatakan, penyandang disabilitas netra kesusahan dalam mencari dan membaca buku di perpustakaan.
“Bagi disabilitas netra kesusahan untuk mencari buku, perlu dibacakan. Jadi perlu bantuan orang lain, mungkin volunteer,” tambahnya.
Pentingnya Inklusivitas di UIN Walisongo
Menurut Dosen Sosiologi UIN Walisongo, Nur Hasyim, PLD sangat penting dalam menjadi arus utama inklusivitas.
“PLD itu sangat urgent, ini yang akan menjadi motor penting untuk mengarusutamakan inklusivitas. Jadi, ini yang akan memastikan dan melakukan audit gedung-gedung kita ini accessible atau tidak,” ujarnya saat diwawancarai oleh tim Amanat.id, Senin (26/2/2024).
Lebih lanjut, Nur Hasyim mengatakan bahwa UIN Walisongo perlu mengambil kebijakan supaya setiap gedung di UIN Walisongo memiliki standar inklusif.
“Kemudian, memberikan catatan rekomendasi untuk pengambilan kebijakan bagaimana agar gedung-gedung di kampus kita inklusif, termasuk tempat ibadah,” jelasnya.
Dirinya juga menegaskan bahwa inklusivitas adalah bagian dari visi UIN Walisongo tentang kampus kemanusiaan dan peradaban.
“Ini eranya sudah mesti inklusi, orang ngomongin gender, equality, diversity, disability dan social inclusion. Ini juga bagian dari amanat visi UIN tentang kampus kemanusiaan dan peradaban,” tuturnya.
Penyediaan Fasilitas Disabilitas
Kurangnya akses penuh menjadi hambatan dalam perkuliahan bagi penyandang disabilitas di UIN Walisongo. Menanggapi hal tersebut, Kepala Bagian (Kabag) Umum UIN Walisongo, Muhammad Munif menjelaskan beberapa fasilitas penyandang disabilitas yang dapat diakses di UIN Walisongo.
“Kami menyediakan fasilitas bagi mereka yang tidak bisa berjalan atau menggunakan kursi roda, sehingga di masing-masing kantor fakultas kami arahkan kursi roda bisa masuk. Kemudian, kami baru menyediakan lift di rektorat, planetarium, dan perpus. Untuk di IsdB, kami sediakan toilet disabilitas,” terangnya, Jumat (19/1/2024).
Munif menambahkan bahwa mahasiswa disabilitas yang kuliah di ISdB ditempatkan di lantai 1 IsdB FITK.
“Kami arahkan pimpinan fakultas untuk membagi ruangan dengan kelas yang terdapat mahasiswa disabilitas ditempatkan di lantai 1. Kami terapkan di ISdB gedung FITK berbagi dengan FISIP yang ada mahasiswa disabilitas di lantai 1,” paparnya.
Belum adanya SK yang mengatur tentang disabilitas, menjadi alasan peniadaan rencana pembuatan PLD di UIN Walisongo.
“Belum ada rencana untuk pembuatan PLD. Lebih ke pimpinan saja, kalau pimpinan belum tahu, ya belum sampai,” pungkasnya.
Reporter: Naili Zumna Hidayah dan Kasyfillah Avecinna Lazuardin
Editor: Fathur